Pada hari yang sama, kami juga menyempatkan diri mengunjungi vendor undangan yang juga digunakan oleh kakakku: Uluwatu. Seperti KUA, ketika ke sana, kami belum berniat untuk langsung memesan. Kami hanya ingin bertanya masalah harga.
Well, ternyata untuk undangan seperti yang aku inginkan (yang sederhana tapi manis dan hampir sama dengan milik kakakku), biayanya tidak mencapai Rp 10.000,-. Bahkan justru sedikit di bawah ekspektasiku.
Selisih harga menggunakan foto berwarna atau nggak pun ternyata nggak terlalu jauh.
"Cuma Rp 300,-," ujar Mbak Tyas, pemilik Uluwatu. "Kalau pitanya agak besar lagi, nambah Rp 500,- hanya untuk pitanya."
Hm... justru menurutku masalah pita tidak terlalu esensial.
"Menambah amplop kecil, tambah Rp 500,-," tambahnya.
Amplop kecil juga tidak esensial.
Untuk pembuatannya, Mbak Tyas memperkirakan akan membutuhkan waktu sekitar 1,5 bulan. Jadi kalau mau selesai bulan Januari awal, data dan kelengkapan undangan (termasuk DP, tentu saja) sudah harus masuk pertengahan November ini.
Lalu kalau data seperti jadwal akad belum kami dapatkan hingga mendekati bulan Januari, bagaimana?
"Nggak masalah. Yang lama itu kan pembuatan covernya, kalau untuk cetak keterangan, paling hanya dibutuhkan waktu sekitar dua minggu," jelas Mbak Tyas.
Baiklahkalaubegitu.
Setelah meminta kartu nama, kami berpamitan. Keputusannya sudah cukup bulat sampai detik itu. Hanya masalah persetujuan harga dengan pihak-pihak lainnya saja.
"Kenapa tadi nggak ditawar, Cundut?" tanya Arya.
Karena aku akan bercerita terlebih dahulu pada ibuku, dan kalau urusan tawar-menawar juga kayaknya lebih baik ibuku yang maju deh. Iya, nggak?
"Tapi itu udah murah, Mbak," ujar Mbak Donna ketika malamnya aku bercerita tentang harga undangannya.
Yah... kalau begitu kita lihat saja kelanjutannya bagaimana. Tapi, aku sudah setuju bila memang undangan akan dipesan ke Uluwatu.
- indie -
Well, ternyata untuk undangan seperti yang aku inginkan (yang sederhana tapi manis dan hampir sama dengan milik kakakku), biayanya tidak mencapai Rp 10.000,-. Bahkan justru sedikit di bawah ekspektasiku.
Selisih harga menggunakan foto berwarna atau nggak pun ternyata nggak terlalu jauh.
"Cuma Rp 300,-," ujar Mbak Tyas, pemilik Uluwatu. "Kalau pitanya agak besar lagi, nambah Rp 500,- hanya untuk pitanya."
Hm... justru menurutku masalah pita tidak terlalu esensial.
"Menambah amplop kecil, tambah Rp 500,-," tambahnya.
Amplop kecil juga tidak esensial.
Untuk pembuatannya, Mbak Tyas memperkirakan akan membutuhkan waktu sekitar 1,5 bulan. Jadi kalau mau selesai bulan Januari awal, data dan kelengkapan undangan (termasuk DP, tentu saja) sudah harus masuk pertengahan November ini.
Lalu kalau data seperti jadwal akad belum kami dapatkan hingga mendekati bulan Januari, bagaimana?
"Nggak masalah. Yang lama itu kan pembuatan covernya, kalau untuk cetak keterangan, paling hanya dibutuhkan waktu sekitar dua minggu," jelas Mbak Tyas.
Baiklahkalaubegitu.
Setelah meminta kartu nama, kami berpamitan. Keputusannya sudah cukup bulat sampai detik itu. Hanya masalah persetujuan harga dengan pihak-pihak lainnya saja.
"Kenapa tadi nggak ditawar, Cundut?" tanya Arya.
Karena aku akan bercerita terlebih dahulu pada ibuku, dan kalau urusan tawar-menawar juga kayaknya lebih baik ibuku yang maju deh. Iya, nggak?
"Tapi itu udah murah, Mbak," ujar Mbak Donna ketika malamnya aku bercerita tentang harga undangannya.
Yah... kalau begitu kita lihat saja kelanjutannya bagaimana. Tapi, aku sudah setuju bila memang undangan akan dipesan ke Uluwatu.
- indie -
* Foto dari sini.
No comments:
Post a Comment